teks berjalan

" TERIMAKASIH ANDA SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG SAYA "

Jumat, 24 Desember 2010

Doa Iblis Di Suatu malam

Iblis berdoa pada Allah tentang kebenciannya pada manusia.... Nabi Adam dan keturunannya...
Dalam doa yang dipanjatkannya pada Sang Khalik, ia berujar.... "Bukankah ia selama ini selalu taat kepada Allah, selalu mengikuti segala perintah Allah, selalu dan selalu menjadi hambaNya....."
Tapi mengapa kemudian di saat Allah menciptakan manusia yang berasal dari lumpur hitam yang letaknya dibawah, terinjak-injak, Allah menjadi lebih sayang pada manusia dan malah menyuruh Iblis untuk tunduk pada manusia....
Iblis tidak bisa menerima hal itu.....ia merasa cuma karena satu kesalahan itu saja, Allah telah melaknatnya, begitu murkanya hingga mengusirnya dari syurga dan memasukkannya ke dalam neraka....kekal didalamnya...
Lalu terhadap manusia yang Allah muliakan itu....
Berkata ia " Lihatlah ya Rabb, baru saja dikeluarkan dari syurga, manusia itu telah membunuh saudara kandungnya, lalu saat Nabi Musa beranjak sebentar meninggalkan kaumnya....mereka telah berubah menjadi penyembah sapi yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.....Alangkah ruginya Engkau menciptakan lumpur hitam itu. Lalu mereka pula yang membunuh nabi-nabi, utusanMu yang terkasih karena keingkaran mereka..." (Iblis mengutuk dan teramat kesal akan rasa sayang Allah pada manusia....)
Lalu iblis melanjutkan doanya...."Karena rasa benciku pada manusia kumohonkan padaMu agar kau tangguhkan akhir untukku..." Aku akan menjadikan mereka teman-teman untukku kelak di nerakaMU..." Namun apa yang kudapati, manusia itu, lumpur hitam itu sendirilah yang lebih menjerembabkan diri mereka sendiri kepada kemaksiatan, baru kugoda selangkah, mereka telah berlangkah-langkah jauh dariMU....Namun ya Rabb, kenapa masih saja engkau mengasihi dan mengampuni mereka...Padahal banyak sekali kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat".


Iblis saja mengaku kalah akan keingkaran manusia. Bagaimana dengan kita sendiri? Maukah kita mengakuinya? Apa jadinya kalau Allah menampakkan segala maksiat dan dosa-dosa yang telah kita lakukan, hmm...tidak akan sanggup kita berjalan di bumi Allah ini.....ya kan?
Moga, ini akan makin membuka mata hati kita untuk makin cinta sama Allah. Tidak terbayangkan jikalau Allah mengabulkan dan mengiyakan pendapat Iblis ini....
Memang benar Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang....tapi ingat, azab Allah pun teramat pedih...
Selagi masih diberi kesempatan, jangan sia-siakan masa ini (Allah sendiri pun telah bersumpah atas waktu..." Demi masa...)
Kisah ini dituliskan agar kita makin mendekatkan diri padaNya....membaca dan mengamalkan Kalam Illahinya (Al-Qur'an, yang diturunkan di bulan yang mulia ini)...
Kalam Illahi merupakan (lagi dan lagi) surat tanda kasihNya pada manusia....
Karena ini adalah tanda kasih, jangan disimpan...ulang-ulanglah membacanya dan memahami apa yang dikendakiNya...
Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosa kita.....Aamiin...

" yaa muqallibal quluub tsabit qalbii 'alaa diinik wa tho'aatik"

Dibaca Ya !! INDAHNYA MERETAS UKHUWAH HARMONIS BUAT DAKWAH SEMAKIN MANIS.

Islam selalu menghendaki ukhuwah yang bersih lahir dan batin. Hingga persaudaraan hangat yang muncul pun bukanlah lips service semata, namun memang terpatri kuat di dalam dada. Untuk memujudkannya, Rasulullah SAW. memberikan kiat-kiatnya :

  1. Beritahukan kecintaan anda kepada yang anda cintai atas nama Allah : Dari Anas ra., ketika seseorang berada disisi Rasulullah SAW, lalu seorang sahabat berjalan melewatinya. Orang yang berada disisi Rasulullah tersebut mengatakan, "Ya Rasulullah, aku mencintai dia." Rasul bersabda : "Apakah kamu sudah beritahukan padanya ?." Orang itu menjawab, "Belum" Lalu Rasulullah SAW bersabda, .Beritahukan kepadanya !.. Orang itu pun memberitahukan kepada sahabatnya dan berkata, "Sesungguhnya akuu mencintaimu karena Allah." Kemudian sahabatnya menjawab, "Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya" (HR. Abu Dawud).
  2. Mohon dido'akan dari jauh bila berpisah,
  3. Saling tolog menolong dalam kebaikan, tiada prasangka dalam bersaudara,
  4. Tunjukkan kegembiraan dan " senyuman " bila berjumpa saudara,
  5. Berjabat tangan dan saling bermaafan ketika bertemu maupun akan berpisah,
  6. Sering bersilaturahmi, memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya,
  7. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya, Yaitu : mengucapkan dan menjawab salam, membela mu’min yang digunjing / didzolimi, menutupi aib saudaranya, memperhatikan nasihat yang disampaikan, memenuhi undangannya, mendoakan jika bersin, dan berinteraksi dalam rangka dakwah dijalanNya.

Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

DEMI WAKTU !!!

Allah berfirman : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran." (Al Ashr: 1-3).

Akhi….

Perlu diketahui, sesungguhnya modal bagi seorang muslim dalam mengarungi kehidupannnya di dunia ini adalah kesempatan waktu yang sangat singkat, denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti. Dan akan menjadi suatu keberuntungan baginya, jikalau ia mau memanfaatkan kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan. Pada hakekatnya waktu bagi manusia adalah usianya. Waktu adalah inti hidupnya yang abadi. Berjalannya waktu, tak ubahnya seperti awan. Jika waktu dimanfaatkan untuk Allah dan menyembah-Nya, maka itulah nilai yang paling mahal untuk umurnya. Dan apabila waktunya dimanfaatkan untuk hal yang tak berguna, maka nilai umurnya tak lebih seperti umur binatang. Dan kematian baginya lebih baik daripada hidupnya. Dan perlu akhi ketahui pula, kalau umur manusia di dunia ini seperti musim tanam di dunia dan memetik hasil tanaman di akherat nanti.

Akhi…

Tentunya akhi tahu, kalau Allah sesungguhnya pernah bersumpah dengan waktu. Dan sesungguhnya sumpah yang pernah diucapkan Allah melalui firman-firman Nya, mengisyaratkan bahwa manusia sangat akrab dengan keburukan dan malapetaka dikarenakan terlena dari kejapan masa. Sumpah Allah pun juga mengisyaratkan tentang kemuliaan dan ketinggian waktu. Perlu Akhi ketahui, kalau kesengsaraan dan kerugian yang menyertai manusia dikarenakan oleh sikap menyia-nyiakan waktu. Padahal bukankah usia manusia sangatlah pendek?. Tetapi, setiap detik usia yang dilewati akan dipertanggungjawabkan kelak di hari kiamat nanti. Rasulullah Saw pernah bersabda : "Kedua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari kiamat sehingga ia ditanya terlebih dahulu tentang empat perkara yaitu; tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya, untuk apa ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya, untuk apa ia gunakan."

Akhi…

Hari demi hari silih berganti, malam demi malam saling mengikuti, dan begitu seterusnya. Dan manusia adalah musafir yang sedang menelusuri perjalanan yang ditemani waktu hingga sampai pada titik akhir perjalanan. Dan setiap orang adalah bagian dari kafilah umat yang terus berjalan silih berganti dari generasi ke generasi dan berakhir pada suatu tempat yaitu surga dan neraka. Seorang musafir yang bijak, pastinya menyadari bahwa perjalanan adalah tugas berat dan penuh tantangan yang tidak mungkin untuk dapat dinikmati dengan indah. Sebab kenikmatan akan ada setelah ia sampai ke tempat tujuan. Dan ia pun akan menyadari bahwa setiap detik yang dilaluinya dan setiap kaki yang melangkah dalam perjalanannya tidak mungkin berhenti. Sehingga Ia pun harus terus mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup.

Akhi…,

Suatu ketika Ali Ra, pernah berpesan kepada para sahabatnya : "Dunia telah pergi meninggalkanmu dan akhirat akan datang menjemputmu. Dunia dan Akhirat mempunyai hamba saudaraku!, maka jadilah engkau hamba akhirat, dan jangan pernah kau menjadi hamba dunia. Sebab hari ini (baca; dunia) adalah amal bakti, bukan perhitungan yang dirinci. Sedangkan esok hari (baca;Akhirat) adalah perhitungan bukan amal bakti."

Akhi…

Ada dua saat dimana manusia menyesali dirinya, yang pertama adalah, saat menanti ajal tiba yaitu, ketika manusia sedang berada dalam keadaan akan meninggal dunia dan menghadapi akhirat. Dan kadangkala manusia berandai untuk diberi sekejap waktu agar dapat memperbaiki kekurangan dan menebus apa yang terlenakan. Dan yang kedua adalah, di akhirat kelak, dimana seluruh amal perbuatan diberi balasan.

Akhi…

Memang sering terlintas dipikiran dan di benak, untuk apa kita hidup?, dan ternyata pertanyaan itu dijawab seorang sahabat bernama Abu Darda, "Seandainya bukan karena tiga hal, aku tidak ingin hidup meskipun hanya satu hari. Siang hari aku dahaga pada Allah dengan menghindari larangan-Nya, bersujud di tengah malam, dan bergaul dengan orang-orang yang memilih tutur kata yang manis seperti memilih kurma yang baik."

Umar bin Abdul Aziz melukiskan bahwa, Kehidupan di dunia ini bukanlah suatu keabadian. Dimana Allah menentukan kefanaan dunia dan kepergiaan makhluk-Nya menuju satu titik perjalanan. Tetapi berapa banyak bangunan kokoh yang dihancurkan karena alasan melenakan. Dan berapa banyak pula kesenangan hakiki ditinggalkan demi ilusi yang tak berarti. Maka pergilah mengarungi perjalanan, dengan kesiapan dengan kesiapan yang baik menghadapi rintangan dan berbekallah dengan ketakwaan sebab ketakwaan adalah sumber kebaikan.

Maka dari itu Akhi…

Sebuah pesan jujur dan nasehat yang mulia pernah terlontar dari seorang Fadhil bin Iyadh, ia berkata : "Berpikirlah dan berkaryalah sebelum datang penyesalan. Jangan terpesona oleh gemerlap dunia, karena dunia pasti akan menipunu !"

Begitupun Umar bin Abdul Aziz berpesan : " Jadilah orang asing, di negeri asing ini (baca; dunia), dengan itu, pikiranmu akan selalu tercurah untuk membekali diri dan mempersiapkan diri untuk kembali lagi. Atau bersikaplah engkau dinegeri asing ini seperti pengembara seorang diri yang tidak bermukim sama sekali. Sehingga di siang dan malam, engkau terus berjalan menyusuri dunia ini menuju satu tujuan.

Dan, Semesta pun Kehilangan Pelita Terindahnya

Ketika Al-Musthafa berada dihadapan

Ku pandangi pesonanya dari ujung kaki hingga kepala,

Tahukah kalian apa yang terjelma?

Cinta!
(Abu Bakar ra)

Nabi demam kembali, kini panasnya semakin tinggi. Lemah ia berbaring, menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan. Sudah beberapa hari terakhir, kesehatannya tidak lagi menawan. Senin itu, kediaman manusia paripurna didatangi seorang berkebangsaan Arab dengan wajah rupawan. Di depan pintu, ia mengucapkan salam "Assalamu’alaikum duhai para keluarga Nabi dan sumber kerasulan, bolehkah saya menjumpai kekasih Allah?". Fatimah yang sedang mengurusi ayahnya, tegak dan berdiri di belakang pintu "Wahai Abdullah, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya sendiri". Fatimah berharap tamu itu mengerti dan pergi, namun suara asing semula kembali mengucapkan salam yang pertama.

"Alaikumussalam, hai hamba Allah" kali ini Nabi yang menjawabnya.

"Anakku sayang, tahukah engkau siapakah yang kini sedang berada di luar?"

"Tidak tahu ayah, bulu kudukku meremang mendengar suaranya"

"Sayang, dengarkan baik-baik, di luar itu adalah dia, pemusnah kesenangan dunia, pemutus nafas di raga dan penambah ramai para ahli kubur". Jawaban nabi terakhir membuat fatimah jatuh terduduk. Fatimah menangis seperti anak kecil.

"Ayah, kapan lagi aku akan mendengar dirimu bertutur, harus bagaimana aku menuntaskan kerinduan kasih sayang engkau, tak akan lagi ku memandang wajah kesayangan ayahanda" pedih Fatimah. Nabi tersenyum, lirih ia memanggil " Sayang, mendekatlah, kemarikan pendengaranmu sebentar". Fatimah menurut, dan Kekasih Allah itu berbisik mesra di telinga anaknya, "Engkau adalah keluargaku yang pertama kali menyusul sebentar kemudian". Seketika wajah fatimah tidak lagi pasi tapi bersinar.

Lalu kemudian, Fatimah mempersilahkan tamu itu masuk. Malaikat pencabut maut berparas jelita itu pun kini berada di samping Muhammad.

"Assalamu’alaikum ya utusan Allah" dengan takzim malaikat memberi salam.

"Salam sejahtera juga untukmu pelaksana perintah Allah, apakah tugasmu saat ini, berziarah ataukah mencabut nyawa si lemah?" tanya nabi. Angin berhembus dingin.

"Aku datang untuk keduanya, berziarah dan mencabut nyawamu, itupun setelah engkau perkenankan, jika tidak Allah memerintahkanku untuk kembali"

"Di manakah engkau tinggalkan Jibril? Duhai izrail?"

"Ia ku tinggal di atas langit dunia".

Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan memberikan salam kepada seseorang yang juga dicintanya karena Allah.

"Ya Jibril, gembirakanlah aku saat ini" pinta Al-Musthafa.

Terdengar Jibril bersuara pelan di dekat telinga manusia pilihan, "Sesungguhnya pintu langit telah di buka, dan para Malaikat tengah berbaris menunggu sebuah kedatangan, bahkan pintu-pintu surga juga telah di lapangkan hingga terlihat para bidadari yang telah berhias menyongsong kehadiran yang paling ditunggu-tunggu".

"Alhamdulillah, betapa Allah maha penyayang" sendu Nabi, wajahnya masih saja pucat pasi.

"Dan Jibril, masukkan kesenangan dalam hati ini, bagaimana keadaan ummatku nanti".

"Aku beri engkau sebuah kabar akbar, Allah telah berfirman, "Sesungguhnya Aku, telah mengharamkan surga bagi semua Nabi, sebelum engkau memasukinya pertama kali, dan Allah mengharamkan pula sekalian umat manusia sebelum pengikutmu yang terlebih dahulu memasukinya" Jawaban Jibril itu begitu berpengaruh. Maha suci Allah, wajah Nabi dilingkupi denyar cahaya. Nabi tersenyum gembira. Betapa ia seperti tidak sakit lagi. Dan ia pun menyuruh malaikat izrail mendekat dan menjalankan amanah Allah.

Izrail, melakukan tugasnya. Perlahan anggota tubuh pembawa cahaya kepada dunia satu persatu tidak bergerak lagi. Nafas manusia pembawa berita gembira itu semakin terhembus jarang. Pandangan manusia pemberi peringatan itu kian meredup sunyi. Hingga ketika ruhnya telah berada di pusat dan dalam genggaman Izrail, nabi sempat bertutur, "Alangkah beratnya penderitaan maut". Jibril berpaling tak sanggup memandangi sosok yang selalu ia dampingi di segala situasi.

"Apakah engkau membenciku Jibril"

"Siapakah yang sampai hati melihatmu dalam keadaan sekarat ini, duhai cinta," jawabnya sendu.

Sebelum segala tentang manusia terindah ini menjadi kenangan, dari bibir manis itu terdengar panggilan perlahan "Ummatku… Ummatku….". Dan ia pun dengan sempurna kembali. Nabi Muhammad Saw, pergi dengan tersenyum, pada hari senin 12 Rabi'ul Awal, ketika matahari telah tergelincir, dalam usia 63 tahun.

Muhammad, Nabi yang Ummi, Kekasih para sahabat di masanya dan di sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia. Muhammad, pemberi peringatan kepada semua manusia, menorehkan dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah. Muhammad, yang bersumpah dengan banyak panorama indah alam: "demi siang bila datang dengan benderang cahaya, demi malam ketika telah mengembang, demi matahari sepenggalah naik", telah membumbungkan Islam kepada cakrawala megah di angkasa sana. Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani kehidupan. Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap tingkatan langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama, bagi setiap amalan yang dikerjakan. Ia, Muhammad yang selalu menyayangi fakir miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa memperhatikan manusia lain yang berkekurangan. Dan Ia, Muhammad, tak akan pernah kembali lagi.

Sungguh, Madinah berubah kelabu. Banyak manusia terlunta di sana.

Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, menyenandungkan syair kenangan untuk sang penerang, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh angkasa. Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi:

Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,

Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam

Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,

Ku tau perut mu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum

Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan

Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir

Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh di setiap medan jihad itu, kini menghunus pedang. Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar tatap wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka bahwa Umar sungguh-sungguh. Umar terguncang. Umar bersumpah. Umar berteriak lantang. Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di hadapan para sahabat yang terlunta-lunta menunggu kabar manusia yang dicinta.

Dan Abu Bakar, sahabat yang paling lembut hatinya, melangkah pelan menuju jasad manusia mulia. Langkahnya berjinjit, khawatir kan mengganggu seseorang yang tidur berkekalan, pandangannya lurus pada sesosok cinta yang dikasihinya sejak pertama berjumpa. Raga berparas rembulan itu kini bertutup kain selubung. Abu bakar hampir pingsan. Nafasnya berhenti berhembus, tertahan. Sekuat tenaga, ia bersimpuh di depan jasad wangi al-Musthafa. Ingin sekali membuka penutup wajah yang disayangi arakan awan, disanjung hembusan angin dan dielu-elukan kerlip gemintang, namun tangannya selalu saja gemetar. Lama Abu bakar termenung di depan jenazah pembawa berkah. Akhirnya, demi keyakinannya kepada Allah, demi matahari yang masih akan terbit, demi mendengar rintihan pedih ummat di luar, Abu bakar mengais sisa-sisa keberanian. Jemarinya perlahan mendekati penutup tubuh suci Rasulullah, dan dijumpailah, wajah yang tak pernah menjemukan itu. Abu bakar memesrai Nabi dengan mengecup kening indahnya. Hampir tak terdengar ia berucap, "Demi ayah dan bunda, indah nian hidupmu, dan indah pula kematianmu. Kekasih, engkau memang telah pergi". Abu bakar menunduk. Abu Bakar mematung. Abu Bakar berdoa di depan tubuh nabi yang telah sunyi.

Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan lantunan adzan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid. Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’. Di dekat angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti. Setiap berdiri kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja jelas tergambar. Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut, "Aku mencintaimu duhai Muhammad, aku merindukanmu kekasih". Bilal, budak hitam yang kerap di sanjung Nabi karena suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.

Dan, terlalu banyak cinta yang menderas di setiap jengkal lembah madinah. Yang tak pernah bisa diungkapkan. Semesta menangis.

***

Sahabat, Sang penerang telah pergi menemui yang Maha tinggi. Purnama Madinah telah kembali, menjumpai kekasih yang merindui. Dan semesta, kehilangan pelita terindahnya. Saya mengenangmu ya Rasulullah, meski hanya dengan setitik tinta pena. Saya mengingatimu duhai pembawa cahaya dunia, meski hanya dengan selaksa kata. Dan saya meminjam untaian indah peredam gemuruh dada, yang dilafadzkan Hasan Bin Tsabit, salah seorang sahabat penyair dari masa mu:

Engkau adalah ke dua biji mata ini
Dengan kepergianmu yang anggun,
Aku seketika menjelma menjadi seorang buta
Yang tak perkasa lagi melihat cahaya
Siapapun yang ingin mati mengikutimu
Biarlah ia pergi menemui ajalnya,
Dan Aku,
Hanya risau dan haru dengan kepergian terindah mu

Sahabat, kenanglah Nabi Muhammad Saw, meski dalam kelengangan yang sempurna, agar hal ini menjadi obat ajaib, penawar dan penyembuh kegersangan hati yang kerap berkunjung. Agar, di akhirat kelak, dengan agung Nabi memanggil semua manusia yang senantiasa merindukan dan mencintainya. Adakah yang paling mempesona dihadapanmu, ketika suara suci Nabi menyapamu anggun, menjumpaimu dengan paras yang tak pernah kau mampu bayangkan sebelumnya. Adakah yang paling membahagiakan di kedalaman hatimu, ketika sesosok yang paling kau cinta sepenuh jiwa dan raga, berada nyata di dekatmu dan menemuimu dengan senyuman yang paling manis menembusi relung kalbu. Dan adakah di dunia ini yang paling menerbangkan perasaanmu ke angkasa, ketika jemari terkasih menggapaimu untuk memberikan naungan perlindungan dari siksa pedih azab neraka. Adakah sahabat???

Jika saat ini ada yang bening di kedua sudut kelopak matamu, berbahagialah, karena mudah-mudahan ini sebuah pertanda. Pertanda cinta tak bermuara. Dan, ketika kau tak dapati air mata saat ini, kau sungguh mampu menyimpan cinta itu di dasar hatimu.

Salam saya, untuk semua sahabat. Mari bersama bergenggaman, saling mengingatkan, saling memberikan keindahan ukhuwah yang telah Rasulullah tercinta ajarkan. Mari Sahabat!